Dalam pengertian yang sederhana hak asasi manusia (human rights) merupakan hak yang secara alamiah melekat pada orang semata-mata karena ia merupakan manusia (human being). HAM meliputi nilai-nilai ideal yang mendasar, yang tanpa nilai-nilai dasar itu orang tidak dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Penghormatan terhadap nilai-nilai dasar itu memungkinkan individu dan masyarakat bisa berkembang secara penuh dan utuh. HAM tidak diberikan oleh negara atau tidak pula lahir karena hukum. HAM berbeda dengan hak biasa yang lahir karena hukum atau karena perjanjian. Dalam pembahasannya tentang pengertian HAM, Jan Materson, anggota Komisi Hak Asasi Manusia PBB merumuskan HAM dalam ungkapan berikut: “human rights could be generally defines as those right which area inherent in our natural and without we can‟t live as human being”. (HAM adalah hak-hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia) (Asykuri Ibnu Chamim, 2000:371).
Dari pengertian di atas, kita dapat mencermati dua makna yang terkandung dalam pengertian HAM, yaitu: Pertama, HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri setiap manusia sejak ia dilahirkan ke dunia. Hak alamiah adalah hak yang sesuai dengan kodrat manusia sebagai insan merdeka yang berakal budi dan berperikemanusiaan. Karena itu, tidak ada seorang pun yang diperkenankan merampas hak tersebut dari tangan pemiliknya, dan tidak ada kekuasaan apapun yang memiliki keabsahan untuk memperkosanya. Hal ini tidak berarti bahwa HAM bersifat mutlak tanpa pembatasan, karena batas HAM seseorang adalah HAM yang melekat pada orang lain. Bila HAM dicabut dari tangan pemiliknya, manusia akan kehilangan eksistensinya sebagai manusia. Kedua, HAM merupakan instrumen untuk menjaga harkat dan martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya yang luhur. Tanpa HAM manusia tidak akan dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia.
Dikatakan HAM menurut Ahmad Sanusi (2006:201) ialah karena hak-hak itu bersumber pada sifat hekekat manusia sendiri yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. HAM itu bukan karena diberikan oleh negara atau pemerintah. Karena itu, hak-hak itu tidak boleh dirampas atau diasingkan oleh negara dan oleh siapa pun.
Dengan demikian, maka HAM bukan sekedar hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sejak dilahirkannya ke dunia, tetapi juga merupakan standar normatif yang bersifat universal bagi perlindungan hak-hak dasar itu dalam lingkup pergaulan nasional, regional dan global. Esensi itu dapat dilihat dalam Mukaddimah Universal Declaration of Human Rights yang menyebutkan bahwa pengakuan atas martabat yang luhur dan hak-hak yang sama tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia, karena merupakan dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia.
Dalam konteks Indonesia, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia merumuskan pengertian HAM sebagai berikut:
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu oleh siapa pun.
Dengan demikian, maka setiap manusia memiliki hak asasi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi tersebut tidak boleh diabaikan, dirampas atau diganggu oleh siapa pun karena hak asasi tersebut berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup manusia, kemerdekaan manusia, perkembangan manusia dan masyarakat. Apabila ada perlakuan yang mengabaikan, merampas atau mengganggu hak asasi seseorang, berarti ia telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi seseorang.
Sedangkan berdasarkan rumusan Pasal 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, HAM diartikan sebagai berikut:
Seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakaan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dari rumusan HAM di atas dapat dikemukakan bahwa di balik adanya hak asasi yang perlu dihormati mengandung makna adanya kewajiban asasi dari setiap orang. Kewajiban asasi yang dimaksud menurut Sapriya dan Udin S. Winataputra (2003: 137) adalah kewajiban dasar manusia yang ditekankan dalam undang- undang tersebut sebagai seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya HAM.
HAM mempunyai sejumlah karakteristik yang menonjol. James W. Nickel (1996) mengidentifikasi sedikitnya enam karakteristik HAM, yaitu: Pertama, HAM adalah hak. Makna istilah ini menunjukkan bahwa itu adalah norma-norma yang pasti dan memiliki prioritas tinggi yang penegakannya bersifat wajib. Kedua, hak-hak ini dianggap bersifat universal, yang dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia adalah manusia. Pandangan ini menunjukkan secara tidak langsung bahwa karakteristik seperti ras, jenis kelamin, agama, kedudukan sosial, dan kewarganegaraan tidak relevan untuk mempersoalkan apakah seseorang memiliki atau tidak memiliki HAM. Ini juga menyiratkan bahwa hak-hak tersebut dapat diterapkan di seluruh dunia. Salah satu ciri khusus dari HAM yang berlaku sekarang adalah bahwa itu merupakan hak internasional. Kepatuhan terhadap hak serupa itu telah dipandang sebagai obyek perhatian dan aksi internasional yang sah.
Ketiga, HAM dianggap ada dengan sendirinya, dan tidak bergantung pada pengakuan dan penerapannya di dalam sistem adat atau sistem hukum di negara-negara tertentu. Hak ini boleh jadi memang belum merupakan hak yang efektif sampai ia dijalankan menurut hukum, namun hak itu eksis sebagai standar argumen dan kritik yang tidak bergantung pada penerapan hukumnya.
Keempat, HAM dipandang sebagai norma-norma yang penting. Meski tidak seluruhnya bersifat mutlak dan tanpa perkecualian, HAM cukup kuat kedudukannya sebagai pertimbangan normatif untuk diberlakukan di dalam benturan dengan norma-norma nasional yang bertentangan, dan untuk membenarkan aksi internasional yang dilakukan demi HAM. Hak-hak yang dijabarkan di dalam Deklarasi tersebut tidak disusun menurut prioritas; bobot relatifnya tidak disebut. Tidak dinyatakan bahwa beberapa di antaranya bersifat absolut. Dengan demikian HAM yang dipaparkan oleh Deklarasi itu adalah sesuatu yang oleh para filsuf disebut sebagai prima facie rights.
Kelima, hak-hak ini mengimplikasikan kewajiban bagi individu maupun pemerintah. Adanya kewajiban ini, sebagaimana halnya hak-hak yang berkaitan dengannya, dianggap tidak bergantung pada penerimaan, pengakuan, atau penerapan terhadapnya. Pemerintah dan orang-orang yang berada di mana pun diwajibkan untuk tidak melanggar hak seseorang, kendati pemerintah dari orang tersebut mungkin sekaligus memiliki tanggung jawab utama untuk mengambil langkah-langkah positif guna melindungi dan menegakkan hak-hak orang itu.
Dan terakhir, keenam, hak-hak ini menetapkan standar minimal bagi praktek kemasyarakatan dan kenegaraan yang layak. Tidak seluruh masalah yang lahir dari kekejaman atau pementingan diri sendiri dan kebodohan merupakan problem HAM. Sebagai misal, suatu pemerintah yang gagal untuk menyediakan taman-taman nasional bagi rakyatnya memang dapat dikecam sebagai tidak cakap atau tidak cukup memperhatikan kesempatan untuk rekreasi, namun hal tersebut tidak akan pernah menjadi persoalan HAM.
:-.05p�ac/[1] �
�Wn style='letter-spacing:.05pt'>ara keseluruhan (holistik), yaitu negara yang dibatasi oleh wilayah negara, penduduk,sejarah, pemerintah dan tujuan nasionalnya serta peranan yang dimainkannya di dalam dunia internasional.
�Wn style='letter-spacing:.05pt'>ara keseluruhan (holistik), yaitu negara yang dibatasi oleh wilayah negara, penduduk,sejarah, pemerintah dan tujuan nasionalnya serta peranan yang dimainkannya di dalam dunia internasional.
4. Integritas ialah kesatuan yang menyeluruh di dalam kehidupan nasional suatu bangsa, baik sosial, alamiah, potensi maupun fungsional.
5. Ancaman merupakan hal atau usaha yang bersifat mengubah atau merombak kebijaksanaan dan dilakukan secara konsepsional, kriminal serta politik.
6. Tantangan merupakan hal atau usaha yang bertujuan atau bersifat menggugah kemampuan.
7. Hambatan merupakan hal atau usahayang berasal dari diri sendiri yang bersifat atau bertujuan melemahkan atau menghalangi secara tidak konsepsional.
8. Gangguan merupakan hal atau usaha yang berasal dari luar yang bersifat atau bertujuan melemahkan atau menghalang-halangi secara tidak konsepsional.
Ketahanan nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untukdapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Karena itu, ketahanan nasional ini tergantung pada kemampuan bangsa dan seluruh warga negara dalam membina aspek alamiah serta aspek sosial, sebagai landasan penyelenggaraan kehidupan nasional di segala bidang. Ketahanan nasional mengandung makna keutuhan semua potensi yang terdapat dalam wilayah nasional,baik fisik maupun sosial serta memiliki hubungan erat antara gatra di dalamnya secara komprehensif integral. Kelemahan salah satu bidang akan mengakibatkan kelemahan bidang yang lain yang dapat mempengaruhi kondisi keseluruhan.
Seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya, perkembangan konsepsi pengertian ketahanan nasional telah mengalami rentang yang panjang. Gagasan tentang ketahanan nasional bermula pada awal 1960-an pada kalangan militer angkatan darat di SSKAD yang sekarang bernama Seskoad (Sunardi, 1997). Gagasan ketahanan nasional saat itu dipakai dalam rangka pembahasan masalah pembinaan teritorial atau masalah pertahanan keamanan pada umumnya.
Pada tahun 1968, gagasan tentang ketahanan nasional di lingkungan SSKAD itu dilanjutkan oleh Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas). Pada tahun 1968 tersebut, dirumuskan pengertian ketahanan nasional sebagai keuletan dan daya tahan kita dalam menghadapi segala kekuatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup negara dan bangsa indonesia (Lemhannas, 1999:89).
Pada tahun 1969, Lemhannas merumuskan pengertian kedua tentang ketahanan nasional yang disebutdalam ketahanan nasional konsepsi tahun 1969 sebagai penyempurnaan dari konsepsi pertama, yaitu: keuletan dan daya tahan suatubangsa yang mengandung kemampuan untuk memperkembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala ancaman baik yang datang dariluar maupun dari dalam, yang langsung atau tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup negara dan bangsa Indonesia (Lemhannas, 1999:89).
0 komentar:
Posting Komentar