Sabtu, 01 Februari 2014

Kebutuhan-kebutuhan Pihak Ketiga sebagai Mediator dalam Menangani Konflik




      Tujuan  masuknya  pihak  ketiga  adalah  merubah  situasi  konflik  destruktif  dan  menurunkan tingkat  eskalasinya,  mengalihkan  para  pelaku konflik  menuju  ke  arah  penyelesaian  konflik. Peranan pihak ketiga memiliki power atau peranan yang sangat kuat sekali dalam menciptakan perdamaian.  Tetapi  ia  bukanlah  sebuah  panacea  atau  obat  mujarab  bagi  sebuah  resolusi konflik. Bisa jadi ia merupakan obat yang sangat kuat, tetapi juga memiliki efek samping yang tidak diinginkan. Obat utama untuk sembuh tentu saja dari dalam tubuh itu sendiri. Pihak ketiga hanyalah pendorong agar obat yang ada efektif.
Keterlibatan pihak ketiga yang paling baik dan efektif adalah apabila kehadirannya terjadi karena memang diperlukan dan berhasil membantu para pemimpin setiap pihak yang terlibat konflik untuk menemukan sendiri cara penyelesaiannya serta berhasil membangun hubungan kerjasama satu sama lain, sehingga pada akhirnya jasanya tidak diperlukan atau diinginkan lagi. Tidak ada strategi pendekatan keterlibatan pihak ketiga yang paling baik dalam resolusi konflik, karena fungsi keberadaannya hanyalah merupakan kompensasi bagi adanya kekurangan yang ada dalam perselisihan atau konflik itu. Karenanya, pihak ketiga harus berupaya menyediakan obat sebanyak jumlah penyakit yang ada, obat yang akan menyembuhkan masyarakat atau kelompok dari penyakit konflik negatif. Tetapi itu bukan berarti bahwa keterlibatan pihak ketiga sama sekali tidak memiliki pola.
Sangat penting untuk memilah berbagaikemungkinan taktik pihak ketiga, mulai dari yang mudah sampai skala terberat. Dalam skala ringan, banyak memfasilitasi berbagai aktifitas yang disandarkan pada kemampuan taktik berkomunikasi. Pihak ketiga merancang pertemuan para pihak yang terlibat konflik, mendorong pemahaman bersama untuk menemukan alternatif penyelesaian  konflik,  mencoba  meningkatkan  kepemimpinan,  dan  menyampaikan  pesan. Dalam skala moderat, aktifitas ditekankan pada taktik formulasi dimana pihak mediator menentukan struktur agenda, mempengaruhi cara pandang baru terhadap berbagaiisu yang ada dan menyediakan berbagai kemungkinan penyelesaian konflik.
Dalam  skala  tertentu,  pihak  ketiga  melakukan  kontrol  dimana  kemampuan  dalam memanipulasi taktik sangat diperlukan, jika perlu, pihak ketiga melakukan penekanan atau ancaman, sogokan atau hal lain yang mampu menekan para pelaku konflik untuk membuat berbagai kesepakatan atau kompromi. Keterlibatan pihak internasional, baik itu PBB, organisasi internasional, negara, individu atau NGO, tidak dapat sertamerta masuk ke dalam arena konflik sebuah negara begitu saja. Laue mensyaratkan tiga kondisi yang harus terjadi jika intervensi pihak ketiga ingin berjalan secara efektif. Pertama, adanya keinginan untuk bernegosiasi atau terlibat dalam aktivitas problem solving. Tanpa keinginan tersebut, intervensi tidak akan pernah terjadi kendati ada hakim yang memerintahkannya. Kedua, tersedianya forum yang dapat disepakati oleh semua pihak. Forum tersebut haruslah memenuhi kriteria tempat, kondisi dan setting yang tepat, memungkinkan terjangkau oleh media, dan lainlain.
Diplomasi yang dilakukan oleh organisasi antarpemerintah merupakan diplomasi track one (official mediation). Jika gagal, maka diplomasi track two (unofficial) terkadang menjadi alternatif yang relatif mudah diterima. Kehadiran unofficial actors dalam penyelesaian konflik sangat membantu para official actors. Mediasi un-official jauh lebih mampu menyelesaikan masalah daripada seorang diplomat profesional sekalipun dalam mencegah jawaban hipotetik. Parapraktisi unofficial lebih mampu menjadikan konflik menang-kalah atau yang didasarkan atas power menjadi kearah terbentuknya komunikasi, confidence building, problem solving, sehingga menjadi solusi menang-menang.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More