Kehadiran media massa senantiasa menghadirkan kontradiksi. Di satu sisi
menyediakan hal-hal positif seperti hiburan, informasi, dan IPTEK untuk memperluas wawasan. Dengan kata lain media massa baik yang elektronik maupun nonelektronik bisa memberikan informasi yang sehat dan mencerdaskan khalayak serta melakukan kontrol dan kritik yang konstruktif. Di sisi lain media massa elektronik dan nonelektronik dapat menghadirkan hal-hal negatif dengan tayangan yang menjurus pada sadisme, kekerasan, dan pornografi yang sering berdampak negatif pada perilaku pemirsa dan pembacanya.
Adanya sifat kontradiksi dari media massa, di satu sisi berita-berita yang ditulis merupakan informasi yang aktual dan sangat diperlukan, bisa dibaca berulang-ulang dan dijadikan sumber tulisan, di sisi lain pemberitaannya sering menimbulkan keresahan dan berbau provokasi. Provokasi itumisalnya berupa penyalahgunaan media massa yang seharusnya independen dijadikan alat bagi kelompok tertentu sebagai ajang untuk menyudutkan kelompok lain sebagai lawan politik atau lawan dalam berkonflik.
Dampak penyalahgunaan kebebasan media massasangat berpengaruh dalam kehidupan kita, karena media massa cetak maupun elektronik senantiasa hadir di hadapan kita dan senantiasa dinantikan kehadirannya oleh pembaca atau pemirsa. Banyak perilaku yang ditampilkan cenderung merupakan hasil peniruan dari media massa, baik perilaku yang positif maupun negatif. Dalam kenyataannya ada kecenderungan perilaku negatif mudah terbentuk dalam diri kita dibandingkan perilaku positif. Misalnya, dorongan menjadi konsumerisme (boros) akibat menonton/membaca iklan di media massa lebih kuat dibandingkan dorongan untuk menjadi produktif. Contoh lain, ketika kita membaca media cetak atau melihat tayangan televisi dorongan untuk menikmati hiburan atau untuk bersantai lebih kuat dibandingkan untuk mencari inspirasi dan mengembangkan kreativitas. Memang itulah potensi media massa atau pers, yang bisa menjadi pedang bermata dua. Halini tampak pada pengakuan bahwa pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi, pembentuk opini publik, yang bisa menyuburkan gagasan beragam untuk membentuk masyarakat yang plural dan bersikap toleran, tetapi juga bisa menjadi sarana penyebar kebencian dan mempertajam perbedaan.
Sebenarnya potensi pers di atas yang bersifat kontradiktif selalu ada di bidang apasaja. Namun dalam hal ini perlu direnungkan pendapat Albert Camus, novelis terkenal dari Perancis, bahwa pers bebas bisa baik dan bisa pula buruk, namun tanpa pers bebas yang ada hanya celaka. Dengan demikian yang
diperlukan adalah bagaimana kebebasan pers tetap dikembangkan, namun pada saat yang sama mengurangi dampak negatifnya.
Dampak positif dari kebebasan media massa melalui para jurnalisnya dapat dirasakan perannya dalam proses demokratisasi melalui laporan-laporannya. Media massa yang tercermin dari para jurnalis, berani melawan ancaman, tekanan dan sensor, meliput demonstrasi anti pemerintah dan mengekspos penyalahgunaan kekuasaan. Halini sangat penting dalam menyebarluaskan gerakan prodemokrasi.
Dampak negatif pers, terutama apabila film, pemberitaan/foto/cover dalam media massa menjurus pada pornografi dan jurnalistik premanisme, karena hal tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap pembaca atau pemirsanya, khususnya bagi mereka yang kurang dapat mengendalikan diri. Film, pemberitaan/foto/cover dan bentuk lain yang seperti apa yang digolongkan atau dikategorikan pornografi? Sesuatu dapat digolongkan pornografi jika memenuhi dua unsur. Pertama, penggambaran tingkah laku secara erotis dengan film, lukisan atau tulisan yang membangkitkan nafsu birahi. Kedua, bahan yang dibuat dengan sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
Adapun yang dapat dikategorikan sebagai "Pers Preman" seperti yang diajukan pengamat pers Zaini Abar atau ada yang memberikan istilah lain sebagai "Jurnalisme Preman" memiliki indikator sebagai berikut.
(1) Bahan baku reportase adalah kegiatan preman yang menyimpang dari norma sosial.
(2) Nilai berita yang dianut adalah yang mengandung konflik, sadisme, dan seks. (3)Angel dan gaya bahasanya bersifat vulgar, emosional, dansensasional.
(4) Sumber informasinya adalah aparat keamanan.
(5) Berita yang disiarkan merangsang preman untuk melakukan kejahatan.
Dalam upaya mengurangi dampak penyalahgunaan kebebasan media massa yang bersifat negatif, setiap warga negara perlu mengusulkan kepada pengelola media massa untuk senantiasa menaati etika pemberitaan dan norma- norma moral. Misalnya ketika memuat berita tentang perkosaan agar bisa berdampak positif bagi khalayak, menurut Soothil & Walby, bila: (1) tidak terkesan sebagai selingan yang bersifat menghibur; (2) tidak menonjolkan peristiwa yang bersifat sensasional, dan (3) tidak bersifat merendahkan perempuan. Penulisan yang demikian, menunjukkan perhatiannya terhadap nilai-nilai moral. Dengan kata lain ketika media massa menyiarkan berita perkosaan, seharusnya berorientasi pada penyelamatan korban perkosaan, pengurangan kasus perkosaan, dan intimidasi terhadap penjahat seksual sehingga mengurangi frekuensi perkosaan.
Penyalahgunaan kebebasan media massa dapat juga berupa pengadilan oleh pers (trial by press). Misalnya dengan memberitakan bahwa terdakwa yang sedang menjalani proses peradilan, benar-benar orang jahat, biadab, sadis, dan tidak berkemanusiaan. Pemberitaan yang demikian akan membentuk opini publik bahwa terdakwa tersebut memang patut mendapat hukuman yang berat. Padahal pengadilan sebagai lembaga yang memiliki kewenangan mengadili masih dalam proses pencarian bukti-bukti tentang kebenaran dakwaan. Tetapi karena sudah menjadi opini publik bahwa terdakwa adalah bersalah, maka hal ini dapat menggiring atau mempengaruhi para hakim dalam mengambil keputusan. Kondisi
yang demikian akan mengganggu para hakim untuk mengambil keputusan yang independen, karena berada di bawah tekanan opini publik.
Contoh kasus trial by press pernah terjadi di Inggris pada pertengahan Oktober 1995. Hakim Roger Sanders menghentikan proses penyidangan Geoffrey Knight, yang didakwa melakukan tindakan kekerasan terhadap Martin Davis. Menurut Sanders, pemberitaan media massa terhadap Knight terlalu berlebihan, sehingga dikhawatirkan bisa mempengaruhi juri. Sanders menganggap media massa Inggris "telah melanggar hukum, menyesatkan, membuat skandal, dan memberitakan dengan penuh dendam".
0 komentar:
Posting Komentar