Teoriini berpendapat bahwa motivasi orang-orang Eropa mengarungi samudera dan menjelajah berbagaikawasan di belahan dunia dengan tujuan untuk membaptis kelompok manusia yang masih dianggap barbar dan tidak bertuhan. Motivasi ekspansi yang dilakukan adalah Perintah Tuhan, sehingga disamping melengkapi ekspansi dengan kelompok militer untuk menjaga keselamatan, juga ada kelompok pendeta atau agamawan yang bertugas untuk melakukan dakwah agama kepada kelompok masyarakat yang ditemukan selama masa ekspansi.
Adapun di kemudian hari, misi agama tersebut berkembang atau berubah menjadi misi politis dan ekonomi, itu adalah akibat dari motivasi agama yang sebelumnya telah menjadi dasar ekspansi. Sampai kini, masih terlihat akibat teori ini di negara-negara bekas jajahan yang mayoritas penduduknya memeluk agama yang sama dengan agama negara penjajah mereka terdahulu.
Teori ini didasarkan pada anggapan bahwa agama yang diberikanTuhan kepada manusia dengan para nabi-Nya mampu memberikan jawaban atas persoalan kehidupan manusia. Agama pada dasarnya dipandangsebagai sesuatu yang yang dapat memandu kesuksesanhidup manusia pada saat di dunia dan pada saat nantinya di akhirat.
Ketika anggapan dasar ini oleh kelompok yang mengklaim dirinyalebih taat beragama dibawa melihat kepada kelompok yang dianggap “kafir” dalam kacamata agama yang diyakininya, maka terjadilah imperialisasi atau penjajahan. Dalam pandangan idealis para penjajah, imperialisasi dilakukan bukan untuk menyengsarakan dan menjerumuskan kelompok yang terjajah, namun lebih tepat disebut sebagai upaya memanusiakan kembali. Bahkan imperialisasi tersebut dapat diklaim sebagai upaya penyelamatan bangsa yang terjajah oleh penjajah dari ketidakselamatan hidup di dunia dan akhirat.
Subyek kreator terpenting dalam teoriini adalah figur Tuhan yang diklaim oleh sebagian kelompok atau negara tertentuuntuk menjadi pembenar dari penjajahan yang dilakukannya. Negara-negara yang cenderungmelakukan ekspansike bangsa lain dengan dasar idealisme misi teologis ini adalah negara atau kerajaan yang mendasarkan sistem pemerintahannya pada agama tertentu, atau biasa disebut dengan negara Theokratis.
Pada negara teokratis ini posisi agama menjadi sebuah institusi yang sama levelnya dengan negara. Seorang kepala negara, kepala pemerintahan, atau raja akan mendasarkan segala bentuk kebijakannya pada kepentingan agama negara tersebut, bukan atas pertimbangan warga negara. Ada kolaborasi kepentingan antara seorang raja dengan seorang kepala agama, dimana keduanya akan saling melakukan simbiosis mutualisma untuk dapat meraih dan menjaga kepentingannya masing- masing. Raja akan membantu kepala agamawan meraih kepentingannya, sebaliknya kepala agamawan juga akan membantu raja untuk mendapatkan kepentingannya, walaupun harus mengatas-namakan Tuhan.
0 komentar:
Posting Komentar