Suatu undang-undang dasar jika tidak lagi mencerminkan konstelasi politik atau tidak memenuhi harapan aspirasi rakyat dapat dibatalkan dan diganti dengan undang-undang dasar baru. Sebagaicontoh, sesudah dibebaskan dari pendudukan tentara Jerman, Prancis menganggap perlu untuk mengadakan undang-undang dasar baru yang mencerminkan lahirnya negara Prancis baru. Hal ini juga terjadi di Indonesia. Miriam Budiardjo (2007: 104), sehubungan dengan undang-undangdasar yang digunakan di Indonesia, mengemukakan tahap-tahap sebagai berikut: (i) tahun 1945,Undang-Undang Dasar Republik Indonesia secara defacto hanya berlaku di Jawa, Madura, dan Sumatra, (ii) tahun 1949, Undang-Undang DasarRepublik Indonesia secara defacto berlaku diseluruh Indonesia, kecuali Irian Barat, dan (iii) tahun 1959, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dengan demokrasi terpimpin, disusul Demokrasi Pancasila, mulai 1963 berlaku di seluruh Indonesia termasuk Irian Barat. Apabila ditinjau dari sudut perkembangan sejarah demokrasi Republik Indonesia, Miriam Budiardjo (2007:105) membagi dalam tiga tahap, yaitu (i) masa 1945-1959 sebagai Republik Indonesia ke-I (Demokrasi Parlementer) yang didasari tiga Undang-Undang Dasar, yaitu UUD 1945, 1949 dan 1950, (ii) masa 1959-1965 sebagai Republik ke-II (demokrasi Terpimpin) yang didasari Undang-Undang Dasar 1945, dan (iii) masa 1965 sampai sekarang sebagai Republik Indonesia ke-III (Demokrasi Pancasila yang didasari oleh Undang- Undang Dasar 1945. Pemikiran ini disampaikan pada tahun 1970-an jauh hari sebelum jatuhnya rezim Suharto, sehingga jika kita tinjau saat ini dapat ditambahkan masa Republik ke-III yaitu periode antara tahun 1965 dan 1998. Kemudian tahun 1998 sampai saat ini dapat ditambahkan masa Republik ke-IV dengan menggunakan Undang-Undang Dasar 1945 pascaamandemem (Demokrasi masa transisi).
0 komentar:
Posting Komentar