Identitas nasional berkaitan dengan konsep bangsa. Apakah bangsa itu? Pengertian bangsa (nation) dalam konsep modern, tidak terlepas dari seorang cendekiawan Prancis, Ernest Renan (1823-1892), seorang filsuf, sejarahwan dan pemuka agama dalam esainya yang terkenal Qu‟est-ce qu‟une nation? Yang disampaikan dalam kuliah di Universitas Sorbonne pada tahun 1882. Dalam esainya tersebut dia menyatakan bahwa bangsa adalah sekelompok manusia yang memiliki kehendak bersatu sehingga merasa dirinya adalah satu. Menurut Renan, faktor utama yang menimbulkan suatu bangsa adalah kehendak bersama dari masing-masing warga untuk membentuk suatu bangsa(Soeprapto, 1994:115)
Lain halnya dengan Otto Bauer (1881-1934) seorang legislator dan seorang theoreticus, menyebut bahwa bangsa adalah suatu persatuan karakter/perangai yang timbul karena persatuan nasib. Otto Bauer lebih menekankan pengertian bangsa darikarakter, sikap dan perilakuyang menjadi jatidiri bangsa dengan bangsa yang lain. Karakter ini terbentuk karena pengalaman sejarah budaya yang tumbuh berkembang bersama dengan tumbuhkembangnya bangsa (Soeprapto, 1994:114).
Dalam pandangan Tilaar (2007:29), bangsaadalah suatu prinsip spiritual sebagai hasil dari banyak hal yang terjadi dalam sejarah manusia. Bangsa adalah keluarga spiritual dan tidak ditentukan oleh bentuk bumi misalnya. Apa yang disebut prinsip spiritual atau jiwa daribangsa? Terdapat dua haldalam prinsip spiritual tersebut: 1) terletak pada masa lalu, dan 2) terletak pada masa kini. Pada masa lalu suatu komunitas mempunyai sejarah atau memori yang sama. Pada masa kini, komunitas tersebut mempunyai keinginan untuk hidup bersama atau suatu keinginan untuk mempertahankan nilai-nilai yang telah diperoleh oleh seorang dari upaya-upaya masa lalu, perngorbanan-pengorbanan dan pengabdian. Masa lalu merupakan modal sosial (social capital) dimana di atasnya dibangun cita-cita nasional. Jadi suatu bangsa mempunyai masa jaya yang lalu dan mempunyai keinginan yang sama di masa kini. Berdasarkan spirit tersebut itulah manusia bersepakat untuk berbuat sesuatu yang besar. Rasa kejayaan atau penderitaan masa lalu adalah lebih penting dari perbedaan ras dan budaya. Dengan demikian suatu bangsaadalah suatu masyarakat solidaritas dalam skala besar. Solidaritas tersebut disebabkan oleh pengorbanan yang telah diberikan pada masalalu dan bersedia berkorban untuk masa depan (Tilaar, 2007:29).
Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia (Soeprapto, 1994:115), dijelaskan definisi bangsa menurut hukum, yaitu rakyat atau orang-orang yang berada di dalam suatu masyarakat hukum yang terorganisir. Kelompok orang-orang satu bangsa ini pada umumnya menempati bagian atau wilayah tertentu,berbicara dalam bahasa yang sama (meskipun dalam bahasa-bahasa daerah), memiliki sejarah, kebiasaan, dan kebudayaan yang sama, serta terorganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat.
Dari definisitersebut, nampak bahwa bangsa adalah sekelompok manusia
yang:
1)Memiliki cita-cita bersama yang mengikat mereka menjadi satu kesatuan.
2)Memiliki sejarah hidup bersama, sehingga tercipta rasa senasib sepenanggungan.
3)Memiliki adat, budaya, kebiasaan yang sama sebagai akibat pengalaman hidup bersama.
4)Memiliki karakter, perangai yang sama yang menjadi pribadi dan jatidirinya.
5) Menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan kesatuan wilayah.
6) Terorganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat, sehingga mereka terikat dalam suatu masyarakat hukum.
Lalu apakah bangsa Indonesia itu? Perkembangan masyarakat yang kini menyebut dirinya sebagai bangsa Indonesia telah melaluisuatu jarak waktu yang panjang, yaitu ketika masyarakat itu masih bertegak dan hidup dalam“negara” atau kerajaan-kerajaan Nusantara (Gonggong, 2000:x). Tentang hal ini amatlah menarik menyimak apa yang dikatakan oleh Clifford Geertz (2000), antropolog kondang yang dianggap sebagai ahli Indonesia sebagaimana dikemukakan oleh Gonggong (2000:x) berikut:
Ketika kita menyaksikan panorama Indonesiasaat ini, rasanya kita sedang menyusun suatu sinopsis masa lalu yang tanpa batas, seperti kalau kita melihat benda-benda peninggalan sejarah (artefak) dari bermacam-macam lapisan dalam situs arkeologis yang lama mengeram, yang dijajarkan di atas sebuah meja sehingga sekali pandang bisa kita lihat kilasan sejarah manusia sepanjang ribuan tahun. Semua arus kultural yang sepanjang tiga milennia, mengalir berurutan, memasuki Nusantara dari India, dari Cina, dari Timur Tengah, dari Eropa – terwakili di tempat-tempat tertentu: di Bali yang Hindu, di permukiman Cina di Jakarta, Semarang atau Surabaya, di pusat-pusat Muslim di Aceh, Makasar atau Dataran Tinggi Padang; di daerah-daerah Minahasa dan Ambon yang Calvinis, atau daerah-daerah Flores dan Timor yang Katolik.
Lebih lanjut, Geertz menunjukkan fakta tentang situasi masyarakat
Rentang struktur sosialnya juga lebar, dan merangkum: sistem-sistem kekuasaan Melayu-Polynesia dipedalaman Kalimantan atau Sulawesi, desa-desa tradisional di dataran rendah di sepanjang sungai Jawa Tengah dan Jawa Timur; desa-desa nelayan dan penyelundupan yang berorientasi pasar di pantai-pantai Kalimantan dan Sulawesi; ibu-ibu kota provinsi yang kumuh dan kota-kota kecil di Jawa dan pulau-pulau seberang; dan kota-kota metropolitan yang besar, terasing, dan setengah modern seperti Jakarta, Medan, Surabaya dan Makasar. Keanekaragaman bentuk perekonomian sistem-sistem stratifikasi, atau aturan kekerabatan juga melimpah ruah.
Apa yang diterangkan di atas barulah hal-hal yang berkaitan dengan kebudayaan yang dilatari oleh perjalanan sejarah yang panjang. Dilihat dari segi agama, keyakinan, budaya, dan suku bangsa, Indonesia adalah satu contoh Negara yang paling beragam. Bahkan menurut Geertz (1996) sebagaimana dikemukakan F Budi Hardiman (2005:viii) dalam pengantarnya untuk buku Kewarganegaraan Multikultural karya Will Kymlicka, menyatakan sebagai berikut:
Indonesia ini sedemikian kompleksnya sehingga rumit untuk menentukan anatominya secara persis. Negara ini bukan saja multi-etnis (Dayak, Kutai, Makasar, Bugis, Jawa, Sunda, Batak, Aceh, Flores, Bali, dan seterusnya), tetapi juga menjadi medan pertarungan pengaruh multi-mental dan ideologi (India, Cina, Belanda, Portugis, Hinduisme, Budhisme, Konfusianisme, Islam, Kristen, Kapitalisme, dan seterusnya). “Indonesia” demikian tulisnya, “adalah sejumlah „bangsa‟ dengan ukuran, makna dan karakter yang berbeda-beda yang melalui sebuah narasi agung yang bersifat historis, ideologis, religius atau semacam itu disambung-sambung menjadi sebuah struktur ekonomis dan politis bersama”. Memperkuat pernyataan Geertz di atas, Kusumohamidjojo (2000:16) melukiskan kebhinnekaan Indonesia, yang kenyataannya sudah diketahui dan ditandai ketika para penjelajah mancanegara mulai mendarati pantai-pantai kepulauan Nusantara itu ke dalam duadimensi, geografis dan etnografis.
Pertama, dimensi geografis sebagaimana merupakan hasil pengamatan dari Alfred Wallace dan Weber yang kemudian dikukuhkan dalam Geografi sebagai Garis Wallacea yang membentang dari Laut Sulu di utara melalui selat Makasar hingga ke Selat Lombok di selatan, dan Garis Weber yang membentang dari pantai barat Pulau Halmahera di utara melalui Laut Seram hingga keLaut Timor di selatan. Garis Wallacea danWeber secara fisiko-geografis membedakan Dangkalan Sunda di sebelah Barat (yang meliputi pulau-pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali) dari Dangkalan Indonesia Tengah (yang meliputi pulau-pulau Sulawesi dan sebagian pulau-pulau Nusa Tenggara sebelah Barat), dandari Dangkalan Sahul di sebelah timur (yang meliputi kepulauan Halmahera, Aru dan Papua). Kebedaan itu merupakan akibat dari proses perkembangan fisiko- geografis yang ditinggalkan oleh akhir Zaman Es. Kebedaan geografis itu berakibat menentukan pada kebedaan dunia flora danfauna dari masing-masing kelompok kepulauan itu.
Dimensi kedua adalah dimensi yang etnografis, yang merupakan perpaduan konsekuensi dari dimensi fisiko-geografis dan proses migrasi bangsa- bangsa purba. Dalam kerangka dimensi entografis itu kita lalu dapat melihat adanya perbedaan etnis pada penduduk yang mendiami berbagai pulau-pulau Nusantara. Dari hasil penelitian yang dilakukan seorang antropolog Junus Melalatoa (1995) yang kemudian hasil penelitian ini diterbitkan sebagai Ensiklopedi Suku Bangsadi Indonesia (Depdikbud, 1995) diketahui adanya tidak kurang dari 500 suku bangsayang mendiami wilayah negara yang kita sepakati bersama-sama bernama Indonesia ini, mereka mendiami sekitar 17.000 pulau besar dan kecil, berpenghuni atau tidak berpenghuni.
Uraian di atas sebenarnya menunjukkan bahwa betapa sulitnya merumuskan apakah bangsa Indonesia itu sebenarnya. Tentu saja akan banyak pengertian yang muncul.Presiden Soekarno, menyatakan bahwa bangsa Indonesia adalah seluruh manusiayang menurut wilayahnya telah ditentukanuntuk tinggal secara bersama di wilayah nusantara dari ujungBarat (Sabang) sampai ujung Timur (Merauke) yang memiliki “Le desir d‟etre ensemble” (kehendak bersama, pendapat Ernest Renan) dan “Charactergemeinschaft” (persatuan karakter, menurut Otto Bauer) yang telah menjadi satu (Winarno, 2007:42).
Tilaar (2007:38) mengemukakan bahwa bangsa Indonesiaadalah suatu kesatuan sosial yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang mendiami wilayah negara kesatuan republik Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia. Bangsa Indonesia merupakan suatu kesatuan solidaritas kebangsaan. Seorang merupakan bangsa Indonesia kalau dia itu menganggap bagian dari nation Indonesia, yaitu suatu kesatuan solidaritas dari seseorang tehadap tujuan bersama masyarakat Indonesia. Kesatuan solidaritas itu berasal dari nation-nation yang sudah lama ada di kepulauan nusantara, seperti bangsa Jawa, bangsa Minang, bangsa Minahasa, bangsa Papua. Demikian pula suku bangsa yang lainnya di nusantara termasuk suku-suku keturunan Cina, Arab, dan lainnya yang telah menganggap kepulauan nusantara ini sebagai tanah airnya.
Faktor-faktor penting bagi pembentukan bangsa Indonesia (Winarno, 2007:42) adalah sebagai berikut:
1) Adanya persamaan nasib, yaitu penderitaan bersama di bawah penjajahan bangsa asing lebih kurang 350 tahun.
2) Adanya keinginan bersama untuk merdeka, melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
3) Adanya kesatuan tempat tinggal, yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang sampai Merauke.
4) Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan
5) sebagai suatu bangsa.
Keanggotaan seseorang sebagai bangsa Indonesiabukan berarti ia melepaskan keanggotaan dari suatu kesatuan sosial lainnya seperti keanggotaannya sebagai suku Jawa, sebagai umat penganut dari suatuagama. Menurut Tilaar (2007:32), seseorang termasuk bangsa Indonesia adalah seseorang yang memiliki perilaku tertentu yang merupakan perilaku Indonesia, perasaan- perasaan tertentu yang merupakan jati diri (identitas) bangsa Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar