1. Negara-negara
Asia Timur seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Hongkong, Malaysia dan
Singapura telah
mampu mencapai
pertumbuhan ekonomi tinggi
tanpa melakukan teori Modernisasi sebagaimana yang dipropagandakan oleh AS. Mereka juga tidak
mengalami ketergantungan sebagaimana diusulkan oleh teori Dependensi.Ini merupakan tantangan serius bagi kekuatan
ekonomi
AS.
2. Adanya
krisis di berbagai negara sosialis yang diawali dengan perpecahan di Republik Rakyat Cina dan runtuhnya Uni Soviet.
3. Fenomena krisis di Amerika Serikat akibat keterlibatannya
dalam perang-perang di beberapa negara Dunia Ketiga, krisis Watergate, embargo minyak tahun 1975, inflasi dan stagnasi ekonomi Amerika Serikat akhir tahun 1970-an,
adalah merupakan tanda mulai robohnya
hegemoni ekonomi Amerika Serikat atas negara Dunia Ketiga.
Tiga hal pokok
tersebut menjadi
latar belakang
historis kemunculan
teori world empire yang diusulkan oleh Immanuel Wallerstein. Dengan menggunakan kerangka pemikiran
neo-Marxis, ia dan beberapa
sosiologi lainnya melakukan kajian
terhadap pembangunan
di
negara
Dunia Ketiga dengan perpektif yang
berbeda
dengan teori Modernisasi dan
Dependensi.
Asumsi
dasar dari teori ini menyatakan bahwa
dunia awalnya dikuasai oleh kekuatan lokal dengan sistemnya masing-masing, lalu kekuatan ini saling menjalin
hubungan walaupun terpisahkan lokalitasnya. Kemudian terjadi penggabungan
sistem baik oleh penaklukan atau penyerahan sukarela. Sebuah Kerajaan Dunia (World Empire) kemudian muncul dan mengendalikan sistem
ekonomi-politik dari sistem-
sistem negara dibawahnya secara terpusat,
walaupun tidak secara yuridis. World Empire inilah
yang sekarang mengendalikan
negara-negara di dunia.
Dengan tinjauan teoritik tersebut, muncul tiga klasifikasi negara dan fungsi
ekonominya antara satu dengan lainnya,
tiga klasifikasi tersebut adalah:
1. Negara Pusat, mengambil keuntungan
dari:
2. Negara Pusat-Pinggiran, mengambil keuntungan dari:
3. Negara Pinggiran, pihak yang paling dieksploitir.
Wallerstein tidak sepakat dengan pendekatan
Dependensi yang melihat bahwa dalam ketergantungan yang terjadi, hanya ada
dua jenis negara yaitu negara pusat dan negara pinggiran. Dalam kata lain ada
negara metro dan ada juga negara
satelit. Ketidaksepakatan ini berangkat dari
anggapan bahwa
dunia, negara dan pembangunan
yang sedang dan akan terjadi ini tidak begitu kompleks. Tidak
sesederhana seperti yang dijelaskan oleh teori Dependensi dengan penggolongan
tersebut. Untuk itulah kemudian ia mengusulkan
adanya tiga klasifikasi negara yang kini sedang muncul di dunia.
Lebih lanjut, tiap negara dilihat
dalam bingkai sistem dunia secara utuh dan tidak
dapat berdiri sendiri. Tiap negara dalam
kasta tersebut naik
status menuju negara dengan tingkat
kemakmuran lebih baik. Menurut Immanuel Wallerstein, ada tiga strategi bagi sebuah negara untuk dapat menaikkan kastanya dalam
konsep world empire, yaitu:
1) Berani merebut kesempatan untuk berspekulasi melakukan industrialisasi substitusi barang impor oleh
negara pinggiran. Ketika hal ini berani
dilakukan oleh negara pinggiran, maka
ia akan dapat menyiapkan ancang-
ancang untuk tidak tergantung oleh negara pusat dalam hal pasokan barang-barang baku industri di dalam negerinya sendiri;
2) Menarik investasi
perusahaan luar negeri untuk mendirikan perusahaan multinasional dan
menggandeng pengusaha lokal. Dalam hal ini, peran
negara menjadi sangat vital karena institusi yang bernama negara yang mampu melakukan koordinasi dan memberikan
perlindungan terhadap usaha kecil domestik yang pada umumnya memiliki modal, tenaga ahli
dan wilayah pemasaran produksi terbatas. Jenis industri domestik dalam skala internasional jelas memerlukan dana yang tidak sedikit karena ia akan
bersaing dengan produk unggulan negara-negara maju
yang sudah memiliki pangsa pasar
jelas dengan kualitas yang telah teruji. Yang dapat mengawal hal ini adalah negara yang menjadi institusi politik tertinggi dalam sebuah kawasan;
3) Negara menjalankan kebijakan internal untuk
memandirikan perekonomian negaranya sendiri dan terbebas
dari dominasi negara pusat. Salah
satu kebijakan internal tersebut dapat berupa politik dumping atau proteksi atas produk-produk industri dalam negeri yang membanjiri pasar dalam negeri. Proteksi ini juga menuntut perlindungan dari sisi kebijakan ekonomi yang merupakan
otoritasa pemerintah negara pinggiran
dan pasokan modal yang juga
harus
diperbantukan untuk
mampu
meningkatkan industri
tersebut menjadi usaha yang
lebih besar dan mampu bersaing
dengan industri luar negeri lainnya.
Selain itu, pemerintahan negara
pinggiran juga harus mulai menyiapkan
tenaga ahli dalam negeri untuk pada saatnya nanti mereka dapat mengembangkan
teknologi industri domestik. Dengan
peningkatan penguasaan teknologi industri domestik, maka produk industri dalam negeri akan dapat bersaing
ditengah pasar global yang sedang berjalan. Dengan survive-nya industri domestik, maka
pendapatan nasional sebuah negara akan berpotensi mengalami surplus
pertumbuhan ekonomi.
Surplus pertumbuhan ekonomi dapat
membawa kesejahteraan dan kemakmuran yang diharapkan oleh tiap proses pembangunan.
0 komentar:
Posting Komentar