Jika proses
ini dibalik,
yaitu
pengetahuan si mahasiswa
disesuaikan
dengan materi baru, maka proses ini disebut sebagai akomodasi. Selama proses
asimilasi dan
akomodasi
berlangsung, diyakini
ada
perubahan struktur kognitif
dalam diri siswa. Proses perubahan ini suatu saat berhenti. Untuk mencapai
saat
berhenti dibutuhkan proses equilibrasi (penyeimbangan). Jika proses equilibrasi ini berhasil dengan baik, maka terbentuklah struktur kognitif yang baru dalam diri
siswa berupa penyatuan yang harmonis antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru.
Seseorang
yang mempunyai kemampuan equilibrasi
yang baik akan mampu menata berbagai informasi ke
dalam urutan yang baik, jernih, dan logis.
Sedangkan seseorang yang tidak memiliki kemampuan equilibrasi yang baik akan cenderung memiliki alur fikir yang ruwet,
tidak logis, dan berbelit-belit.
Disamping itu,
Piaget berpandangan bahwa
proses belajar
harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Dalam hal ini Piaget membagi menjadi 4 tahap, yaitu :
1. Tahap sensori motor
(0
tahun sampai 1,5 tahun atau 2 tahun)
Pada tahap ini tingkah laku inteligen individu dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulasi sensorik. Anak
belum
mempunyai konsep tentang objek secara tetap, namun hanya mengetahui
hal-hal yang ditangkap melalui inderanya.
2. Tahap praoperasional (2 atau 3 tahun
sampai 7 atau 8 tahun)
Pada
tahap
ini reaksi anak
terhadap
stimulus sudah
berupa aktivitas internal. Anak telah memiliki penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi, serta bayangan
dalam mental.
Anak sudah mampu menirukan tingkah laku yang dilihatnya sehari atau sehari
sebelumnya, serta dapat
mengadakan antisipasi. Akan tetapi pada
masa ini pola berfikir anak
masih egosentrik, cara berfikirnya memusat (hanya mampu memusatkan pikiran pada 1
dimensi saja), dan berfikirnya tidak dapat dibalik.
3. Stadium Operasional Kongkrit (7 atau 8 tahun sampai 12 atau 14 tahun)
Cara berfikir egosentris semakin berkurang dan
anak sudah mampu
berfikir multi dimensi dalam waktu seketika dan
mampu menghubungkan beberapa dimensi itu. Di samping itu, anak sudah mampu memperhatikan aspek dinamis
dalam berfikir, dan mampu berfikir secara
reversible (dapat dibalik).
4. Stadium Operasional Formal
Cara berfikir
seseorang tidak terikat, sudah terlepas dari tempat
dan waktu. Bila dihadapkan pada masalah seseorang sudah mampu memikirkan secara
teoritik dan menganalisa dengan
penyelesaian hipotetis yang mungkin ada.
Disamping itu, individu juga sudah mampu melakukan matriks kombinasi atas
berbagai kemungkinan pemecahan masalah
dan
kemudian melakukan
pengujian hipotesis
atas kemungkinan-kemungkinan jawaban tersebut.
Implikasi pandangan Piaget dalam praktek pembelajaran adalah bahwa guru
hendaknya menyesuaikan proses pembelajaran yang dilakukan
dengan tahapan-
tahapan kognitif yang dimiliki
anak didik. Karena tanpa penyesuaian proses pembelajaran
dengan
perkembangan
kognitifnya, guru maupun siswa akan mendapatkan
kesulitan
dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
Misalnya mengajarkan konsep-konsep abstrak
tentang Pancasila kepada siswa kelas dua SD, tanpa ada usaha untuk mengkongkretkan
konsep-konsep tersebut
tidak hanya percuma, akan tetapi justru semakin membingungkan
siswa dalam memahami konsep yang diajarkan.
Secara umum, pengaplikasian teori Piaget biasanya mengikuti pola sebagai
berikut :
a. menentukan tujuan-tujuan instruksional
b. memilih materi pelajaran
c. menentukan topik-topik yang mungkin dipelajari secara aktif oleh siswa
d. menentukan dan merancang
kegiatan kegiatan belajar
yang cocok untuk topik-topik yang akan dipelajari siswa.(Kegiatan belajar ini biasanya
berbentuk eksperimentasi, problem solving, role play,
dan sebagainya)
e. mempersiapkan berbagai pertanyaan yang dapat memacu kreativitas siswa
untuk berdiskusi maupun bertanya
f. mengevaluasi proses
dan
hasil belajar.
0 komentar:
Posting Komentar