Classical conditioning atau kondisioning klasik, ditemukan oleh Ivan P.
Pavlov, seorang ahli fisiologi Rusia. Waktu Pavlov melakukan penelitian proses pencernaan
pada anjing melihat daging, atau mendengar langkah
kaki majikannya mendekat. Berdasarkan
penemuan ini, Pavlov mengadakan ekspeimen di
laboratorium, dengan cara sebagai berikut :
Anjing yang telah
dioperasi kelenjar ludahnya, supaya diukur sekresi ludahnya, kemudiaan dilaparkan. Setelah itu,
bel dibunyikan selama 30 detik, kemudian
tepung
daging diberikan kepada
anjing. Pada saat
bel dibunyikan, anjing tidak mengeluarkan air liur, tetapi
pada saat daging didekatkan pada ajing, anjing mengeluarkan air
liur.
Percobaan
ini dilakukan
berulang-ulang dengan
jarak 15 menit. Setelah diulang sampai 32 kali, baru mendengar bel, anjing sudah
mengeluarkan
air liur. Setelah
daging diberikan
kepada anjing, keluarnya air liur
bertambah banyak.
Berdasarkan eksperimen ini, Pavlov memberi nama stimulus dan respon sebagai berikut:
1) Daging yang dapat menimbulkan
keluarnya air liur pada anjing, disebut perangsang
tak
bersyarat, perangsang wajar, perangsang
alami, atau
unconditioned stimulus ( US ). Disebut demikian, karena memang sudah
sewajarnya, kalau daging dapat merangsang anjing.
2) Air liur yang keluar karena anjing melihat daging atau mencium bau daging, disebut respon tak bersyarat, unconditioned respons (UR), respons alami, respons
wajar.
3) Bunyi bel yang menyebabkan anjing mengeluarkan air liur, disebut conditioning stimulus (CS), perangsang tak wajar, perangsang tak alami, perangsang bersayarat.
4) Air liur yang keluar karena anjing mendengar bel, disebut respons bersyarat,
conditioning respons ( CR ),
respon tak wajar, respon tak alami.
Dengan
uraian ini, maka eksperimen Pavlov secara ringkas dapat
diterangkan sebagai berikut :
US
UR CS1+ US1 UR1
CS2+ US2 UR2
CS3+ US3 UR3
CS32+US32 UR32
CSn CRn
US merupakan stimulus yang secara biologis dapat menyebabkan adanya
respons dalam bentuk refleks atau UR. Kalau dengan bantuan
CS
terbentuk CR, berarti sudah ada proses
belajar.
Apabila pemberian CS tanpa adanya US terus-menerus diberikan kadar
CR makin menurun,
dan dapat
hilang sama
sekali. Proses ini disebut
proses
extinction, atau proses hilangnya respons yang diharapkan. Tetapi apabila US
diberikan lagi, maka dalam
waktu yang relatif singkat, CR akan muncul kembali
kembali. Hal ini disebut spontaneous recovery.
Supaya conditioning dapat terjadi, CS harus bersifat informatif
bagi organisme. Berarti, CS harus merupakan tanda kalau US akan datang.
Walaupun pengulangan penyajian
CS-US menyebabkan CR yang timbul makin lama
makin
teratur dan kuat
(diketahui
dari
banyaknya
air
liur yang keluar), tetapi pada suatu saat, pengulangan CS-US tidak menyebabkan
penambahan kekuatan CR. Tingkat CR yang stabil ini disebut asimtot kurve belajar.
Selain istilah-istilah ini, masih ada istilah lain dalam
classical
conditioning, yaitu
generalisasi stimulus
dan diskriminasi
stimulus. Kecenderungan
organisme memberi
respon
tidak hanya pada stimulus yang
dilatihkan, tetapi juga pada stimulus lain yang berhubungan, disebut generalisasi.
Contohnya, seekor
anjing
yang dilatih untuk
mengeluarkan
air
liur dengan cara mendengar nada tertentu, maka setelah berhasil dia juga
mengeluarkan air liur, kalau mendengarkan nada yang lebih tinggi atau lebih
rendah. Hal ini berlawanan dengan yang terjadi
dalam diskriminasi, dalam
diskriminasi, organisme hanya memberi
respon pada stimulus tertentu, sehingga tidak memberi
respon pada stimulus yang lain, walaupun stimulus tersebut berhubungan
dangan
stimulus sebelumnya. Untuk terjadinya generalisasi atau
diskriminasi, perlu ada latihan khusus yang berulang-ulang dan berbeda-beda.
Pavlov dalam penelitiannya juga dapat menciptakan conditioning tingkat
tinggi, atau disebut higher order conditioning,
dengan cara sebagai berikut :
Setelah bunyi bel (CS) dapat menyebabkan keluarnya air liur (CR) pada anjing,
maka pada penelitian selanjutnya, sebelum bel dibunyikan, dinyalakan
terlebih dahulu lampu berkedip-kedip di dekat anjing. Ketika lampu berkedip- kedip, anjing sudah mengeluarkan air liur meskipun makanan belum disajikan.
Kondisi tersebut digambarkan sebagai berikut:
1. Lampu berkedip-kedip ( CS* ) + bunyi bel ( CS ) ® air liur (CR).
2. Lampu berkedip-kedip ( CS* ) ® air liur ( SR ).
0 komentar:
Posting Komentar