Jumat, 31 Januari 2014

Prinsip Prinsip Evaluasi (penilaian) dan Alat pengukur dalam pendidikan


Agar  penilaian pendidikan  dapat  mencapasasarannya  dalam mengevaluasipola tingkah laku yang dimaksudkan, maka harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut.

1. Evaluasi harus dilaksanakan secara kontinyu
Evaluasi harus dilaksanakan secara kontinyu artinya evaluasi harus dilaksanakan secara terus menerus pada masa-masa tertentu. Hal ini dimaksudkan agar penilai memperoleh kepastian atau kemantapan dalam mengevaluasi.
Bila ditinjau dari kapan atau di mana kita harus mengadakan evaluasi, dan dimaksudkan untuk apa evaluasitersebut diadakan dalam keseluruhan proses pendidikan, maka evaluasi meliputi :
a. Evaluasi formatif yaitu penilaian yang dilakukan selama dalam perkembangan dan proses pelaksanaan pendidikan. Karena itu evaluasi formatif dikenal juga dengan evaluasi proses. Tujuan evaluasiformatif ialah agar secara tepat dan cepat dapat membetulkan setiap proses pelaksanaan yang tidak sesuai dengan rencana.
b.   Evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada akhir pelaksanaan proses pendidikan. Evaluasi ini disebut evaluasiterhadap hasil pendidikan yang telah dilakukan oleh siswa atau evaluasi produk.

2. Evaluasi harus dilaksanakan secara komprehensif
Evaluasi yang mampu memahami keseluruhan aspek pola tingkahlaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan adalah makna evaluasi secara komprehensif Untuk dapat melaksanakan evaluasi secara komprehensif maka setiap tujuan pendidikan harus dijabarkan sejelas mungkin sehingga dapat dijadikan  pedoman  untuk  melakukan  pengukuran.  Pengukuran  dsini  harus mampu mencerminkan butir-butir soal yang representatif terhadap tujuan pendidikan yang telah dijabarkan secara tuntas.

3. Evaluasi harus dilaksanakan secara obyektif
Pelaksanaaevaluasi  harus  obyektif  artinya  dalam  proses  penilaianhanya menunjuk pada aspek-aspek yang dinilai sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Jadi dalam menilai hasil pendidikan, penilai tidak boleh memasukkan faktor-faktor subyektif dalam memberikan nilai kepada siswa. Dengan kata lain, evaluasidikatakan obyektif apabila penilai dalam memberikan penilaianterhadap suatu obyek hanya ada satu interpretasi.

4. Dalam melaksanakan evaluasi harus menggunakan alat pengukur yang baik.
Agar evaluasi yang dilaksanakan itu obyektif, diperlukan informasi atau bahan yang relevan. Untuk memperoleh informasi atau bahan yang relevan diperlukan alat pengukur atau instrumen yang dapat dipertanggungjawabkan atau memenuhi syarat. Alat pengukur yang baik adalah alat pengukur yang memenuhi persyaratan a). validitas, b). reliabilitas, dan c). daya pembeda.
a. Alat pengukur harus valid
Validitas alat pengukur ialah kadar ketelitian alat pengukur untuk dapat memenuhi fungsinya dalam menggambarkan keadaan aspek yang diukur dengan tepat  dan teliti.  Sesuai dengan  pengertian tersebut  Sutrisno  Hadi (1997)  juga mengemukakabahwa  mengenai  masalah  validitas ada dua unsur  yang  tidak dapat dipisahkan yaitu kejituan dan ketelitian. Jadi sesuai dengan pengertian validitas tersebut di atas ada dua macam problem validitas yaitu:
1) Problem kejituan atau ketepatan
Suatu alat pengukur dikatakan jitu atau tepat bila ia dengan jitu mengena pada sasarannya. Atau dengan kata lain seberapa jauh suatu alat pengkur dapat mengungkap dengan jitu gejala atau bagian-bagian gejala yang hendak diukur. Dengan demikian alat pengukur dianggap memiliki kejituan apabila alat pengukur tersebut  dapat  mengerjakan  dengatepat  fungsi  yang  diserahkan  kepadanya, fungsi apa alat itu dipersiapkan.
2) Problem ketelitian

Suatu alat pengukur dikatakan teliti jika ia mampu dengan cermat menunjukkan ukuran besar-kecilnya gejala atau bagian-bagian gejala yang diukur. Dengan kata lain seberapa jauh alat pengukur dapat memberikan "reading"yang teliti, dapat menunjukkan dengan sebenamya status atau keadaan gejala atau bagian-bagian gejala yang diukur, misaInya meteran dapat dikatakan teliti jika suatu benda yang panjangnya 10 meter ia katakan 10 meter, bukan kurang atau lebih dari 10 meter.
b. Alat pengukur halus reliabel
Pembicaraan reliabilitas alat pengukur berdasar pada seberapa jauh suatu alat pengukur dapat menunjukkan kestabilan, kekonstanan, atau keajegan hasil pengukuran. Suatu alat pengukur dikatakan reliabel bila alat pengukur tersebut dikenakan terhadap subyek yang sama tetapi pada saat yang berlainan atau kalau orang  yang  memberikan alat  pengukur  itberbeda hasilnya akan tetap sama. Sebagai contoh suatu meteran yang dipergunakan untuk mengukur panjang suatu benda. Meteran tersebut dapat dikatakan reliabel bila ia dipergunakan untuk mengukur benda (X)menunjukkan hasil yang sama walaupun saat pengukurannya berbeda dan orang yang melakukan pengukuran juga berbeda.

c. Alat pengukur harus memiliki daya pembeda (diskriminatif)
Daya  pembeda  atau  "discriminating  power"  soaadalaseberapa  jauh suatu butir soal mampu membedakan tentang keadaan aspek yang diukur apabila keadaannya memanberbeda. Misalnya tes hasil belajar dapat  diketahui daya pembedanya bila tes tersebut mampu membedakan antara dua orang atau lebih yang memang memiliki kemampuan belajar yang berbeda. Dengan kata lain tes yang  baik  harus dapat  membedakan kemamapuan anasesuai dengan tingkat kepandaian mereka.
Suatu butir soal yang sangat sukar, sehingga semua siswa tidak dapat mengerjakannya dengan benar, berarti butir soal tersebut  tidamemiliki daya pembeda. Begitu pula sebaliknya butir soal yang sangat mudah sehingga semua siswa dapat mengerjakan dengan benar, butir soal tersebut juga tidak memiliki daya pembeda.
Di samping ketiga syarat pokok alat pengukur yang baik di atas, masih ada syarat lain yaitu alat pengukur harus komprehensif, obyektif, terstandar, dan praktis.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More