Pertentangan dikatakan sebagai konflik manakala pertentangan itu bersifat langsung,
yakni ditandai interaksi timbal balik di antara pihak-
pihak yang bertentangan. Selain itu, pertentangan
itu juga dilakukan
atas dasar kesadaran pada masing-masing pihak bahwa mereka saling berbe- da
atau berlawanan (Syaifuddin, dalam Soetopo dan Supriyanto, 2003).
Dalam hubungannya dengan
pertentangan sebagai
konflik, Marck, Synder dan Gurr membuat kriteria
yang menandai suatu pertentangan sebagai konflik. Pertama, sebuah konflik harus melibatkan
dua atau lebih pihak
di dalamnya; Kedua, pihak-pihak tersebut saling
tarik-menarik dalam aksi-aksi
saling memusuhi (mutualy opposing actions); Ketiga,
mereka
biasanya cenderung menjalankan perilaku koersif untuk menghadapi
dan menghancurkan “sang musuh”.
Keempat, interaksi pertentangan
di antara pihak-pihak itu berada dalam keadaan yang tegas, karena itu keberadaan peristiwa pertentangan
itu dapat dideteksi dan dimufakati dengan mudah oleh para pengamat yang tidak terlibat dalam pertentangan
(Gurr, dalam Soetopo,
2001).
Konflik dalam pengertian
yang luas
dapat
dikatakan
sebagai segala bentuk
hubungan antar manusia yang bersifat
berlawanan (anta- gonistik) (Indrawijaya). Konflik adalah
relasi-relasi psikologis yang antagonis, berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tak bisa dipertemukan, sikap-sikap emosional
yang bermusuhan, dan struktur-struktur
nilai yang berbeda. Konflik juga merupakan suatu interaksi yang antagonis menca- kup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas mulai dari bentuk
perlawanan halus, terkontrol, tersembunyi, tak langsung, sampai pada bentuk
perlawanan terbuka (Clinton
dalam Soetopo dan Supriyanto, 2003).
Konflik dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi yang disebabkan oleh adanya berbagai
macam perkembangan dan perubahan
dalam bidang manajemen,
serta menimbulkan perbedaan
pendapat, keyakinan dan ide (Mulyasa, 2003).
Hocker & Wilmot memberikan
definisi yang cukup luas
terhadap konflik sebagai “an
expressed struggle betwen
at least two interdependent parties who perceive incompatibel goal, scarce rewards,
and interference from the other
parties in achieving their goals”.
Seseorang dikatakan terlibat konflik dengan
pihak
lain
jika
sejumlah ketidaksepakatan muncul antara keduanya, dan masing-masing menyadari adanya ketidaksepakatan itu. Jika hanya
satu
pihak
yang
merasakan ketidaksetujuan, sedang yang lain tidak, maka belum bisa dikatakan konflik antara dua pihak. Dengan kata lain, dua pihak harus menyadari adanya masalah sebelum
mereka berada di dalam konflik.
Semua konflik seringkali dipandang sebagai pencapaian tujuan satu pihak dan merupakan kegagalan
pencapaian tujuan pihak lain. Hal
ini karena seringkali orang memandang tujuannya sendiri secara lebih
penting, sehingga meskipun konflik yang ada sebenarnya
merupakan konflik yang kecil, seolah-olah tampak
sebagai konflik yang besar.
0 komentar:
Posting Komentar