Jumat, 29 November 2013

Teori Perkembangan Moral dari Kohlberg


Lawrence Kohlberg adalah salah satu murid dari Jean Piaget, dia menyempurnakan dan  mengembangkan teori perkembangan moral yang telah dikemukakan oleh Jean Piaget.
Hasil kajian Kohlberg nampak lebih operasional dibandingkan dengan kajian perkembangan moral yang dikemukakan oleh Piaget, se- cara sederhana Kohlberg mengemukakan teorinya tentang perkembang- an moral menjadi enam tahap yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar.
Untuk memahami tahap pekembangan moral tersebut, hendaknya memperhatikan beberapa postulat (asumsi, anggapan dasar) yang me- landasinya, yaitu:
1.  postulat urutan (the sequentiality postulate): bahwa keenam tahap perkembangan moral tersebut merupakan urutan yang terjadi dalam perkembangan individu.
2.  postulat  universalitas  (the  universality  postulate):  bahwa  urutan keenam tahap perkembangan moral itu bersifat universal, yaitu terjadi pada setiap manusia di semua bangsa dan jenis kelamin.
3.  postulat struktur utuh (the structure-whole postulate): bahwa tahap- tahap perkembangan moral membentuk struktur yang utuh.
4.  postulat pengambilan peran (the roel-taking postulate): bahwa tahap-
tahap perkembangan moral menunjukkan adanya kemampuan peng- ambilan peran dan persepektif sosial yang berbeda.
5.  postulat  prasyarat  kognitif  (the  cognitive  prerequisites  postulate): bahwa tahap-tahap pemikiran perkembangan moral dari Piaget seca- ra operasional merupakan hal yang perlu, tetapi belum cukup untuk mencapai tahap-tahap perkembangan moral yang sesuai dengan perkembangan moral pada umumnya.
Tahap-tahap   perkembangan   moral   yang   dikemukakan   oleh
Kohlberg adalah sebagai berikut: 1.  Pre-Moral (Moralitas Pra-konvensional)
    Tahap heternomous morality, atau orientasi pada hukuman atau ketaatan dan ganjaran. Pada tahap ini perilaku anak tunduk pada kendali eksternal yang dinilai atas dasar akibat fisik, yaitu bila benar mendapat   ganjaran   dan   bilamana   salah   mendapat hukuman.
    Tahap naively egoistic orientation, atau orientasi individualisme, tujuan yang instrumental dan pertukaran. Pada tahap ini anak mulai menyesuaikan terhadap harapan sosial untuk memperoleh penghargaan.
2.  Moralitas   Konvensional   (moralitas   peraturan   konvensional   dan persesuaian)
    Tahap  Harapan  interpersonal  mutual,  jalinan  hubungan,  dan konformitas interpersonal. Pada tahap ini anak menyesuaikan dengan peraturan untuk mendapat persetujuan orang lain dan untuk  mempertahankan hubungan  baik  dengan  mereka  (good boys nice girls).
    Tahap Sistem sosial dan kepedulian, atau orientasi pada hukum dan tatanan. Pada tahap ini anak yakin bila kelompok sosial menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh anggota kelompok, mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari kecaman dan ketidaksetujuan sosial.
3.  Moralitas Prinsip (moralitas pascakonvensional)
    Tahap Orientasi hukum yang disepakati, atau orientasi kesepakat- an sosial. Pada tahap ini anak yakin bahwa harus ada keluwesan dalam keyakinan-keyakinan moral yang memungkinkan modifikasi dan  perubahan standar  moral  bila  ini  terbukti  menguntungkan kelompok sebagai suatu keseluruhan.
    Tahap Prinsip etis universal, atau orientasi ke arah keputusan hati nurani dan ke arah prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri. Pada tahap kedua ini anak menyesuaikan dengan standar sosial dan cita-cita  internal  terutama  untuk  menghindari  rasa  tidak  puas dengan diri sendiri dan bukan untuk menghindari kecaman sosial. Pada   tingkat   pre-moral   pada   dasarnya   bersifat   egosentris.
Keputusan moral dibuat secara eksklusif berdasarkan konsekuensi- konsekuensi untuk individu itu  sendiri. Anak memutuskan benar atau salah,  baik  atau  buruk  berdasarkan  pengalaman  dari  pujian  atau hukuman yang diperoleh dari orang dewasa yang ada di sekitarnya.
Tingkat moralitas konvensional didominasi oleh perspektif sosio- sentris. Suatu keputusan moral yang dibuat individu selalu mempertim- bangkan diri individu sendiri, anggota keluarga/ kelompok, dan bangsa. Harapan dan tujuan kelompok dipandang memiliki nilai tanpa memperhi- tungkan secara langsung konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang tidak menjadi anggota kelompok. Konformitas dan pemeliharaan tatanan yang baik merupakan hal yang benar-benar dipahami. Peran individu dalam kelompok menentukan apa yang benar dan apa yang salah. Harapan sosial dan keamanan tatanan sosial dan stabilitas keluarga, kelompok dan bangsa menjadi tujuan utama.
Tingkat moralitas prinsip, benar dan salah ditentukan tanpa acuan pada individu itu sendiri maupun situasi sosial. Prinsip-prinsip etis yang dimilikinya  merupakan  suatu  hal  yang  sifatnya  universal,  misalnya keadilan dan kesederajatan antar manusia dan sebagainya. Prinsip- prinsip ini dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan moral.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More